Untuk sopi tetes paling mahal karena produksinya memakan waktu lebih dari dua jam untuk bisa menghasilkan satu botol ukuran 620 mililiter.
Satu botol sopi tetes dijual Rp 50.000. Sedangkan sopi kepala per botol Rp 25.000 dan sopi biasa Rp 10.000 sebotolnya.
Menurut Piet, sopi yang dijualnya itu laris manis dan selalu dibeli oleh masyarakat dari luar kampungnya karena sudah terkenal.
Bahkan, kata Piet, pembeli sopi berasal dari luar Kabupaten TTU seperti Belu, Malaka, TTS hingga Kota Kupang.
Sopi dari kampungnya juga digunakan sebagai bahan baku untuk minuman keras Sophia yang diluncurkan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat beberapa waktu lalu.
"Jadi kami menolak diterbitkan undang-undang itu. Kalau mau keluarkan silakan saja tapi hanya berlaku di Jakarta saja tapi tidak bagi kami," kata dia.
Baca juga: Miras Sopi Dinilai Harus Diatur, Jangan Dianggap Ancaman
Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Nusa Tenggara Timur (NTT) Marius Ardu Jelamu, meminta Badan Legislasi (Baleg) DPR mengkaji kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol.
RUU tersebut, kata Marius, sangat merugikan masyarakat NTT dari sisi ekonomi, sosial dan budaya.
"Saya yakin RUU ini pasti akan ditolak oleh masyarakat luas, terutama oleh masyarakat yang selama ini menjadikan itu sebagai potensi ekonomi dan budaya," kata Marius.
Marius secara tegas menyebut aturan itu tidak bisa diterapkan di NTT karena minuman sopi sudah menjadi budaya.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan